Minggu, 13 Februari 2011

Psikologi lingkungan: Latar belakang, Definisi, lingkup, Ambient Condition & Architectural Features

PSIKOLOGI LINGKUNGAN

A. Latar Belakang Sejarah Psikologi Lingkungan

Adalah Kurt Lewin yang pertama kali memperkenalkan Field Theory (Teori Medan) yang merupakan salah satu langkah awal dari teori yang mempertimbangkan interaksi antara lingkungan dengan manusia. Lewin mengatakan bahwa tingkah laku adalah fungsi dari pribadi dan lingkungan, sehingga dapat diformulasikan

Sebelum mengenal istilah psikologi lingkungan yang sudah baku, beberapa istilah lain telah mendahuluinya. Sebelumnya Lewin memberikan istilah ekologi psikologi (psychological ecology) pada tahun 1943. lalu pada tahun 1947 Roger Barker dan Herbert Wright memperkenalkan istilah setting perilaku (behaviorak setting). Istilah psikologi arsitektur (architectural psychology) diperkenalkan pada tahun 1961 dan 1966. dan terakhir pada tahun 1968 Harold Proshansky dan William Ittelson psikologi lingkungan (environmental psychology) di CNUY.

Membahas perihal teori-teori yang dikemukakan para ahli psikologi lingkungan, maka yang terlibat adalah teori-teori, baik di dalam maupun di luar disiplin psikologi. Beberapa teori tersebut amat luas jangkauannya dan beberapa lagi yang lain lebih terfokus, beberapa amat lemah dalam data empiris dan beberapa yang lain amat kuat. Dalam kaitan antara lingkungan dengan perilaku manusia, maka kita dapat menyebut sejumlah teori dimana dalam perspektif ini, yang terlibat di dalamnya antara lain adalah geografi, biologi ekologi, behaviorisme, dan psikologi Gestalt (Veitch & Arkkelin, 1995).

Geografi. Beberapa ahli sejarah dan geografi telah mencoba menerangkan jatuh-bangunnya peradaban yang disebabkan oleh karakteristik lingkungan. Sebagai contoh, Toynbee (dalam Veitch & Arkkelin, 1995) mengembangkan teori bahwa lingkungan (atau secara lebih spesifik topografi, iklim, vegetasi, ketersediaan air, dan sebagainya) adalah tantangan bagi penduduk yang tinggal di lingkungan tersebut. Tantangan lingkungan yang ekstrim akan merusak peradaban, sementara tantangan yang terlalu kecil akan mengakibatkan stagnasi kebudayaan. Lebih lanjut Toynbee mengusulkan bahwa tantangan lingkungan pada tingkat menengah juga dapat mempengaruhi perkembangan peradaban. Pada tingkat yang makin berkurang atau sebaliknya makin berlebihan hasilnya justru akan memperlemah pengaruhnya.

Gagasan mengenai tantangan lingkungan dan respon-respon perilakunya meski didasari oleh para penganut geographical determinism, ternyata seringkali merupakan bentuk-bentuk atau variasi-variasi teori yang diterapkan dalam psikologi lingkungan. Sebagai contoh Barry, Child dan Bacon (dalam Veitch & Arkkelin, 1995) mengusulkan bahwa kebudayaan masyarakat pertanian (yang tidak nomaden) ternyata menekankan pola asuh pada generasinya berupa: tanggungjawab, ketaatan, dan kepatuhan. Sebaliknya pada kebudayaan nomaden pola asuh yang ditekankan adalah pada kemandirian dan akal.

Perbedaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada kebudayaan pertanian, orang tinggal dan bekerja bersama-sama dalam suatu komunitas yang tanpa mobilitas yang tinggi, sehingga yang dihasilkan adalah organisasi yang teratur. Hal tersebut tentunya akan lebih menekankan pola asuh kepada ketaatan dan kepatuhan. Lain halnya dengan orang nomaden yang lebih menyiapkan generasi mudanya untuk terbiasa dalam menghadapi situasi alamyang berubah dan tidak dapat diramalkan pada saat menjelajahi alam, sehingga yang lebih dibutuhkan adalah kemandirian dan akal. Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa suatu seting lingkungan tertentu memberi peluang yang terbaik bagi masyarakat penghuninya untuk mempertahankan diri.

Biologi Ekologi. Perkembangan teori-teori ekologi menunjukkan adanya perhatian terhadap adanya ketergantungan biologi dan sosiologi dalam kaitan hubungan antara manusia dengan lingkungannya, dimana hal itu secara signifikan mempengaruhi pemikiran-pemikiran psikologi lingkungan. Dengan perkembangan ilmu ekologi, seseorang tidak dianggap terpisah dari lingkungannya, melainkan merupakan bagian yang integral dari lingkungan. Pendapat mengenai hubungan yang saling tergantung antara manusia dengan lingkungannya pada saat ini akan tampak pada teori-teori yang dikembangkan pada disiplin psikologi lingkungan. Lingkungan dan penghuninya masih sering dikaji sebagai komponen yang terpisah, meskipun tidak ada keraguan lagi adanya hubungan yang saling tergantung di antara mereka. Behaviorisme. Pengaruh penting lain yang merupakan pemikiran yang datang dari cabang disiplin psikologi sendiri adalah behaviorisme.

Pemikiran kalangan behavioris muncul sebagai reaksi atas kegagalan teori-teori kepribadian untuk menerangkan perilaku manusia. Pada saat ini secara umum dapat diterima bahwa dua hal penting yang menjadi pertimbangan adalah konteks lingkungan dimana suatu perilaku muncul dan variabel-variabel personal (seperti kepribadian atau sikap). Dengan mempertimbangkan kedua hal ini maka akan lebih dapatdiramalkan suatu fenomena manusiadan lingkungannya daripadajika dibuat pengukuran sendiri-sendiri.
Psikologi Gestalt. Psikologi Gestalt berekembang pada saat yang berbarengan dengan
behaviorisme dan lebih menekankan perhatian kepada persepsi dan kognisi sebagai perilaku yang tampak (overt behavior). Prinsip terpenting dari cara kerja kalangan Gestalt ini adalah bahwa objek-objek, orang-orang, dan seting-seting dipersepsi sebagai suatu keseluruhan, dimana hal itu lebih dari sekedar penjumlahan bagian-bagian.

Dari pandangan Gestalt, suatu perilaku didasarkan pada proses kognitif, yang bukan dipengaruhi oleh proses stimulus tetapi dari persepsi terhadap stimulus tersebut. Pengaruh Gestalt pada psikologi lingkungan dapat dilihat antara lain pada kognisi lingkungan, misalnya untuk menjelaskan persepsi, berpikir, dan pemrosesan informasi lingkungan. Dari beberapa perspektif di atas, Veitch & Arkkelin (1995) menekanlan adanya dua hal yang perlu diketahui. Pertama, sebagaimanayang sudah disebutkan di atas bahwa pendekatan yang dipakai pada perspektf-perspektif di atas ada yang amat lebar dalam cakupan dan ada pula yang lemah dalam data empiris. Kedua, tidak ada grand theory dalam psikologi lingkungan, karena tidak ada pendekatan atau perspektif tunggal yang dapat menerangkan hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungannya secara memuaskan. Hal ini paling tidak disebabkan oleh empat hal:



(a) Tidak ada data yang cukup tersedia dalam kaitan hubungan manusia dengan
lingkungannya, sehingga dapat dipercaya untuk menyatukan teori

(b) Hubungan-hubungan yang dikaji para peneliti amaat sangat beragam

(c) Metode yang digunakan tidak konsisten

(d) Cara pengukuran variabel tidak selalu kompatibel dari suatu seting penelitian ke
penelitian berikutnya

B. Definisi Psikologi Lingkungan

Definisi menyatakan bahwa psikologi lingkungan adalah disiplin yang memperhatinkan dan mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungan fisik (Heimstra dan Mc Farling). Dan menurut Gifford yaitu sebagai studi dari transaksi di antara individu dengan seting fisiknya. Ahli lain seperti Carter dan Craik mengatakan bahwa psikologi lingkungan adalah area psikologi yang melakukan konjungsi dan analisis tentang hubungan antara pengalaman dan tindakan tindakan yang berhubungan dengan lingkungan sosiofisik. Emery dan Tryst melihat bahwa hubungan antara menusia dengan lingkungan merupakan suatu jalinan transactional interdependency atau terjadi ketergantungan satu sama lain. Hal ini hampir sama dengan pendapat Giffor, yaitu manusia mempengaruhi lingkungannya, untuk selanjutnya lingkungan akan mempengaruhi manusia, demikian pula sebaliknya.

Menurut Veitch dan Arkkelin mendefinisikan psikologi lingkungan sebagai ilmu perilaku multidipslin yang memilki orientasi dasar dan terapan, yang memfokuskan interrelasi antara perilaku dan pengalaman manusia sebagai individu dengan lingkungan fisik dan sosial.

Psikologi lingkungan adalah ilmu kejiwaan yang mempelajari. Prilaku manusia berdasarkan pengaruh dari lingkungan tempat tinggalnya, baik lingkungan sosial, lingkungan binaan ataupun lingkungan alam. Dalam psikologi lingkungan juga dipelajari mengenai kebudayaandan kearifan lokal suatu tempat dalam memandang alam semesta yang memengaruhi sikap dan mental manusia. Apabila kebudayaan dan kearifan lokal kita pahami sebagaiperjuangan manusia untuk mempertinggi kualitas hidupnya, maka mawas diri akan menjadi inti pokok dari pelajaran psikologi lingkungan. Soedjatmoko, seorang ahli sosiologi, mengungkapkan harapannya untuk mengangkat mawas diri dari tingkat moralisme semata-mata ke tingkat pengertian psikologis dan historis dan mengenai perilaku manusia. Dalam hal ini beliau memberikan pengertian tentang moralisme dan perilaku seseorang sangat dipengaruhi
oleh psikologishistoris suatu lingkungan, tempat orang tersebut bersosialisasi dengan masyarakat binaannya.Sementara Hardjowirogo, seorang antropolog, menulis bahwa tidak ada jaminan akan keefektifan mawas diri. Ungkapan itu telah surut menjadi sekadar penghias buah bibir. Perubahan zaman telah membawa pula fungsi mawas diri menjadi pengucapan belaka.


C. Lingkup Psikologi Lingkungan

Proshanksky melihat bahwa psikologi lingkungan memberi perhatian terhadap manusia, tempat serta perilaku dan pengalaman pengalaman manusia dalam hubungan dengan seting fisik. Dimana seseorang tinggal, berinteraksi dan beraktivitas. Sehubungan dengan lingkungan fisik, pusat perhatian psikologi lingkungan adalah lingkungan binaan (built environment).

Ruang lingkup psikologi lingkungan lebih jauh membahas rancangan (desain), organisasi dan pemaknaan ataupun hal hal yang lebih spesifik seperti ruang ruang, bangunan bangunan, ketanggan, rumah sakit dan ruang.

Sosiologi lingkungan yang muncul pada tahun 1970-an merupakan cabang ilmu yang dekat dengan psikologi lingkungan. Perbedaan terletak pada unit analisisnya. Jikalau psikologi lingkungan unit analisisnya adalah manusia dan kumpulan manusia sebagai individu, maka sosiologi lingkungan unit analisisnya dalam masyarakatnya seperti penduduk kota, pemerintah, pengunjung taman rekreasi dan sebagainya. Jenis jenis lingkungan di dalam sosiologi lingkungan yang beberapa diantaranya juga banyak digunakan dalam psikologi lingkungan adalah (Sarwono):

1. Lingkungan alamiah (natural environment) seperti: lautan, hutan dan sebagainya
2. Lingkungan buatan/binaan (built environment) seperti: jalan raya, perumahan, taman, rumah susun dan sebagainya.
3. Lingkungan social.
4. Lingkungan yang dimodifikasi.

Dua jenis lingkungan yang pertama adalah istilah yang juga lazim digunakan dalam psikologi lingkungan. Sementara itu, Veitch dan Arkkelin, sebagaimana disebut di muka menetapkan bahwa psikologi lingkungan merupakan suatu area dari pencarian yang bercabang dari sejumlah displin, seperti biologi, geologi, psikologi, hukum, geografi, ekonomi, sosiologi, kimia, fisika, sejarah, filsafat, beserta sub displin dan rekayasanya. Oleh karena itu berdasarkan ruang lingkupnya, maka psikologi lingkungan ternyata selain membahas seting seting yang berhubungan dengan manusia dan perilakunya juga melibatkan displin ilmu yang beragam.





D. Ambient Condition dan Architectural Features

Dalam hubungan dengan lingkungan fisik Wrighstman dan Deaux (1981) membedakan dua bentuk kualitas lingkungan yang meliputi:

1. Ambient Condition
Kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu seperti; seound, cahaya, warna, kualitas udara, temperature dan kelembaban.

2. Architectural Features
Yang tercakup didalamnya adalah seting seting yang bersifat permanent. Misalnya di dalam suatu ruangan, yang termasuk didalamnya antara lain konfigurasi dinding, lantai, atap serta pengaturan perabot dan dekorasi. Dalam suatu gedung architectural features meliputi lay out tiap lantai, desain dan perlakuan ruang dalam dan sebagainya.



Sumber :

http://www.anneahira.com/psikologi-lingkungan.htm

http://elearning.faqih.net/2009/12/pendekatan-teori-dan-metode-penelitian.html

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab1-pendahuluan.pdf

Tidak ada komentar: