Selasa, 22 Februari 2011

Pendekatan Teori Psikologi Lingkungan dan Metode Penelitian Psikologi Lingkungan

A. Latar Belakang Sejarah

Membahas perihal teori teori yang dikemukakan para ahli psikologi lingkungan, maka yang terlibat adalah teori teori, baik di dalam maupun di luar psikologi. Beberapa teori tersebut amat luas jangkuannya dan beberapa lagi lebih terfokus. Dalam kaitannya antara lingkungan dengan perilaku manusia, maka kita dapat menyebut sejumlah teori dimana dalam perspektif ini, yang terlibat di dalamnya antara lain adalah geografi, biologi ekologi, behaviorisme dan psikologi gestalt


B. Beberapa Teori

Beberapa teori dalam psikologi lingkungan antara lain: Teori Arousal, Teori Stimulus berlebihan, Teori Kendala Perilaku, Teori Tingkat Adaptasi, Teori stres Lingkungan dan Teori Ekologi.

1. Teori Arousal (Arousal Theory)

Arousal (pembangkit). Ketika sedang merasakan emosional, kita sering merasa bergairah. Contoh, tingkat yang tinggi dalam keterbangkitan adalah kemarahan, ketakutan dan kenikmatan sedangkan keterbangkitan yang rendah adalah kesedihan dan depresi (Dwi Riyanti & Prabowo, 1997).

Arousal pada umumnya dipengaruhi dari rangsangan yang mengelilingi kita. Kita dapat bosan dan tertidur, jika yang kita hadapi adalah hal hal yang “tidak ada apa apanya”. Suatu materi pelajaran yang tidak menarik dan sedikit sekali memberi manfaat pada apa yang mendengarkan, membuat hampir semua yang mendengarkan tidak bertahan lama mengikutinya.

Teori Arousal dalam psikologi lingkungan, dalam psikologi lingkungan, hubungan antara arousal dengan kinerja seseorang dapat dijelaskan sebagai berikut:

• Tingkat arousal yang rendah akan menghasilkan kinerja yang rendah
• Makin tinggi tingkat arousalnya akan menghasilkan kinerja yang tinggi pula (sarwono, 1992)

Hubungan tersebut dinamakan hukum Yerkes dan Dodson (Sarwono, 1992). Sebagai gambaran lain Veitch dan Arkkelin (1995) memberi contoh bahwa perubahan kinerja amat beragam pada peningkatan suhu pada pekerja wanita, pekerja tambang dan para pekerja beragam jenis laboratorium.




2. Teori Beban Stimulus (Stimulus Load Theory)

Titik sentral dari beban stimulus adalah adanya dugaan bahwa manusia memiliki kapasitas yang terbatas dalam memproses informasi. Ketika input (masukan) melebihi kapasitas, maka orang cenderung untuk mengabaikan beberapa masukan dan mencurahkan perhatian lebih banyak kepada yang lain (Cohen dalam Veitch dan arkkelin, 1995). Umumnya stimulus tertentu yang paling penting diperhatikan dengan alokasi waktu yang banyak dan stimulus yang kurang penting umumnya diabaikan (Sarwono, 1992; Veitch dan Arkkelin, 1995).

3. Teori Kendala Perilaku (Behavioral Constrain Theory)

Teori kendala perilaku memfokuskan kepada kenyataan atau perasaan, kesan yang terbatas dari individu oleh lingkungan. Menurut teori ini, lingkkungan dapat mencegah, mencampuri atau membatasi perilaku penghuni (Stokolos dalam Veitch dan arkkelin, 1995). Teori ini berkeyakinan bahwa dalam suatu situasi tertentu seseorang benar benar kehilangan beberapa tingkatan kendali terhadap lingkungannya (Veitch & Arkkelin, 1995).

Brehm dan Brehm (dalam Veitch dan arkkelin, 1995) menekankan bahwa ketika kita merasakan bahwa kita sedang kehilangan kontrol atau kendali terhadap lingkungan, kita mula mula akan merasa tidak nyaman dan kemudian mencoba untuk menekankan lagi fungsi kendali. Fenomena ini lalu disebut dengan istilah reaktansi psikologis (psychological reactance).

4. Teori Tingkat Adaptasi

Teori tingkat adaptasi mirip dengan teori stimulus berlebih, dimana pada tingkat tertentu suatu stimulus dapat dirumuskan untuk mengoptimalkan perilaku. Stimulus yang berlebihan atau sama halnya yang terlalu kecil dianggap dapat mempengaruhi hilangnya emosi dan tingkah laku. Tatkala semua ahli psikologi lingkungan menekankan interaksi mansia dengan lingkungan, maka teori tingkat adaptasi lebih banyak membicarakannya secara lebih spesifik, yaitu dua proses yang terkait dalam hubungan tersebut: adaptasi dan adjustment. Adaptasi adalah mengubah tingkah laku atau respon respon agar sesuai dengan lingkungannya. Misalnya dalam dingin atau keadaan suhu yang menurun menyebabkan terjadinya otot kaku dan menurun aktivitas motorik. Sementara adjustment adalah mengubah lingkungan agar menjadi lingkungannya, misalnya dalam keadaan dingin bisa saja membakar kayu untuk memanaskan tubuhnya (Sarwono, 1992; Veitch dan Arkkelin, 1995). Salah satu cara tersebut dilakukan seseorang agar tercapai keseimbangan dengan lingkungannya (homeostatis).

Menurut Sarwono (1992) terdapat tiga kategori stimulus yang dijadikan acuan dalam hubungan lingkungan dengan tingkay laku, yaitu :

• Stimulus fisik yang merangsang indra (suara, cahaya, dan suhu udara)
• Stimulus sosial
• Gerakan


5. Teori stres Lingkungan

Teori stres menekankan pada mediasi peran peran fisiiologis, emosi dan kognisi dalam interaksi antara manusia dengan lingkungan. Pada dasarnya hal ini dapat dilihat berkaitan dengan pengindraan manusia dimana suatu respon stres yang terjadi segi segi lingkungan melebihi tingkat yang optimal. Individu lalu meresponnya dengan berbagai cara untuk mengurangi stres. Beberapa bagian dari respon terhadap stres bersifat otomatis. Pada mulanya terdapat adanya reaksi waspada (alarm reaction) terhadap stresor. Lalu diikuti dengan reaski penolakan individu yang secara aktif mencoba melakukan coping terhadap stresor. Akhirnya, jika sumber sumber coping yang habis maka suatu bentuk kelelahan akan terjadi.

Sebagai suatu bentuk coping, ketika individu akan bereaksi terhadap stresor, individu harus menentukan terlebih dahulu strategi berupa menghindar, menyerang secara fisik atau verbal atau mencari kompromi (Sarwono, 1992)

6. Teori Ekologi

Pusat dari pemikiran para ahli teori ekologi adalah gagasan tentang kecocokan manusia dan lingkungannya. Lingkungan dirancang atau barangkali berkembang sehingga memungkinkan terjadinya perilaku tertentu. Seting perilaku menurut istilah Roger Barker (dalam Veitch dan Arkkelin, 1995) adalah evaluasi terhadap kecocokan antara lingkungan dengan perilaku yang terjadi konteks lingkungan tersebut.

Dalam istilah Barker, hubungan tingkah laku dengan lingkungan adalah seperti jalan dua arah (two way street) atau independensi ekologi. Selanjutnya Barker mempelajari hubungan timbal balilk antara lingkungan dengan tingkah laku. Suatu hal yang unik pada teori Barker adalah seting perilaku yang dipandang sebagai faktor tersendiri.










C. Metode Penelitian

Metode penelitian menurut Veitch dan Arkkelin (1995) terdapat tiga metode penelitian yang lazim digunakan di lapangan penelitian psikologi lingkungan. Ketiga metode tersebut adalah ekspreimen laboratorium, studi korelasi dan eksperimen.

1. Eksperimen Laboratorium

Metode ini memberi kebebasan kepada ekpserimenter untuk memanipulasi secara sistematis variabel yang diasumsikan menjadi penyebab dengan cara mengontrol kondisi kondisi secara cermat yang bertujuan untuk mengurangi variabel variabel yang mengganggu (extraneous variables). Metode ini juka mengukur pengaruh manipulasi manipulasi tersebut. Dengan cara ini, maka hasil pengumpulan data adalah benar benar variabel yang telah dimanipulasikan oleh eksperimenter. Metode ini pada umumnya juga melibatkan pemilihan secara random dalam kondisi ekperimen.

Walaupun penelitian laboratorium meningkatkan kepercayaan bahwa hasil pengamatan adalah manipulasi variabel bebas, seorang peneliti masih memiliki hal yang bersifat skeptis mengenai hubungan dalam eksperin tersebut.

2. Studi Korelasi

Studi yang menggunakan metode ini dirancang untuk menyediakan informasi tentang hubungan hubungan di antara hal hal atau peristiwa peristiwa yang terjadi di alam nyata yang tidak dibebani oleh pengaruh pengumpulan data. Dalm studi korelasi kita pada umumnya melaporkan hal hal yang melibatkan pengamatan alami dan teknik penelitian survai.

Karena studi korelasi amat lemah dalam validitas internal. Belum jelas apakah asosiasi yang terjadi dari pembatas pembatas yang dibuat oleh penelitian sebelumnya. Untuk mudahnya maka dapat dibandingkan bahwa eksperimen laboratorium meminimalkan validitas internal untuk mengelakkan validitas eksternal, sedangkan studi korelasi meminimalkan validitas eksternal tetapi seringkali validitas internalnya lemah.

3. Eksperimen Lapangan

Jika seorang peneliti ingin menyeimbangkan antara validitas internal yang dapay dicapai melalui eksperimen laboratorium dengan validitas eksternal yang dapat dicapau melalui studi korelasi, maka ia boleh menggunakan metode campuran yang dikenal dengan istilah eksperimen lapangan. Dengan metode ini seorang eksperimenter secara sistematis memanipulasi beberapa faktor penyebab yang diajukan dalam penelitian dengan memepertimbangkan variabel eksternal dalam suatu seting tertentu.

Hal hal yang dapay dikendalikan memang hilang, akan tetapi pada saat yang sama banyak hal yang berpengaruh dalam metode korelasi ditemukan. Oleh karena itu peneliti mengembangkan kontrol terhadap variabel, menjaga validitas eksternal tertentu






DAPUS

E-LEARNING GUNADARMA BAB 2 PENDEKATAN TEORI DAN METODE PSIKOLOGI LINGKUNGAN

http://www.docstoc.com/docs/20865732/METODE-PENELITIAN-PSIKOLOGI-BELAJAR-DAN-MANFAAT-MEMPELAJARI

http://images.irwannuryana.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SHP55QoKCBwAAB2Xb7w1/Metode%20Penelitian%20dalam%20Psikologi%20Perkembangan.ppt?nmid=104758480

http://www.aguschandra.com/search/metode-penelitian-psikologi-lingkungan/

http://elearning.faqih.net/2009/12/pendekatan-teori-dan-metode-penelitian.html

Tidak ada komentar: