Selasa, 12 April 2011

Stress

A. Pengertian Stress

Istilah stress secara histories telah lama digunakan untuk menjelaskan suatu tuntutan untuk beradaptasi dari seseorang, ataupun reaksi seseorang terhadap tuntutan tersebut. Menurut H. Handoko, Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Sedangkan berdasarkan definisi kerjanya, pengertian dari stress adalah :

a. Suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual dan atau proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan ( lingkungan ), situasi atau kejadian eksternal yang membebani tuntunan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang.
b. Sebagai suatu tanggapan penyesuaian, dipengaruhi oleh perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar ( lingkungan ) situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan pada seseorang.

Menurut Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system kognitif apresiawa stress l menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita berikan terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu sendiri.Karenanya dikatakan bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif organisme. Sebelumnya Selye (1936 ) telah menggambarkan bahwa strees adalah suatu sindrom biologic atau badaniah.Didalam eksperimennya, seekor tikus percobaan mengalami kedinginan pembedahan atau kerusakan sum-sum tulang belakang, akan memperlihatkan suatu sindroma yang khas.Gejala-gejala itu tidak tergantung pada jenis zat atau ruda yang menimbulkan kerusakan,sindroma ini lebih merupan perwujudan suatu keadaan yang dinamakan stress denagn gejala-gejala sistembilogik mahluk hidup itu. Selye menekankan bahwa stress terutama mewujudkan diri sebagai suatu reaksi badaniah yan dapat diamati dan diukur.Stres merupakan suatu reaksi penyusuaian diri,suatu sindroma penyusuaian umum terhadap rangsangan yang berbeda-beda.

Menurut Mason (1971 ) membantah konsep yang mengatakan bahwa stress hanyalah merupak badaniah saja. Ditunjukkkan nya bahwa daya adaptasi seseoarang itu tergantung pada faktor-faktor kejiwaan atau psikologiknya yang menyertai stresor. Stres bukanlah konsep faal saja, lebih banyak dilihat sebagai konsep perilaku, setiap reaksi organisme terhadap stresor memungkinkan sekali terlebih dahulu dimulai oleh kelainan perilaku dan kemudian mungkin baru terjadi akibat faal, kemudian Mason (1976 ) menunjukkan bahwa terdapat pola hormonal yang berbeda terhadap stresor fisik yang berbeda.
Pada penelitain Wolf dan Goodel ( 1968 ) bahwa individu-individu yang mengalami kesukaran dengan suatu sistem organ , cenderung akan bereaksi etrhadap stresor dengan gejala dan keluhan dalam sistem organ yang sama.Kondisi sosial, perasaan dan kemampuan untuk menanggulangi masalah, ternyata mempengaruhi juga aspek yang berbeda- beda dari reaksi terhadap stres.Stress didefinisikan sebagai proses dengan kejadian lingkungan yang mengancam atau hilangnya kesejahteraan organisme yang menimbulkan beberapa respon dari organisme tersebut. Respons ini bisa dalam bentuk coping behavior (tingkah laku penyesuaian) terhadap ancaman. Kejadian-kejadian lingkungan yang menyebabkan proses ini disebut sebagai sumber stress (stressor) yang antara lain berupa bencana alam dan teknologi, bising, dancommuting, sedangkan reaksi yang timbul karena adanya stressor disebut respons dari stress (stress response).

B. Model Stress

1. PSIKOSOMATIK STRESS

Dalam menghadapi waktu konflik, seringkali terjadi gangguan pada fungsi badaniah. Gejala-gejala yang sebagian besar mengganggu fungsi faal yang berlebihan sebagai akibat dari manifestasi, gangguan jika ini dinamakan gangguan psikosomatik. Psikosomatik umumnya dapat membantu banyak dalam usaha mengerti hubungan antara kepribadian seseorang dengan penyakit atau gangguannya.
Suatu konflik menimbulkan ketegangan pada manusia dan bila hal ini tidak terselesaikan dan disalurkan dengan baik maka timbullah reaksi-reaksi yang abnormal pada jiwa. Jika ketegangan tersebut mengganggu fungsi susunan saraf negatif, maka hal tersebut yang dinamakan gangguan psikosomatik.

2. ADAPTASI MODEL

Setiap orang secara terus menerus akan menghadapi perubahan fisik, psikis, dan sosial baik dari dalam maupun dari lingkungan luar. Jika hal tersebut tidak dapat dihadapi dengan seimbang maka tingkat stress akan meningkat. Model adaptasi menunjukkan bahwa empat faktor menentukan apakah suatu situasi adalah menegangkan (Mechanic, 1962). Empat faktor yang mempengaruhi Kemampuan untuk menghadapi stress itu adalah :
a. Adaptasi fisiologis/biologis Pada dasarnya disetiap tubuh manusia telah terdapat mekanisme pertahanan yang bersifat alami dan bekerja secara teratur sehingga memungkinkan tubuh untuk dapat beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang berasal dari faktor internal. Mekanisme ini bekerja dengan sendirinya dan akan berubah menjadi suatu aksi tanpa didasari dan biasanya berfungsi dalam kondisi yang tidak normal.

b. Adaptasi psikologis Seseorang yang menghadapi stress akan mengalami kondisi-kondisi yang tidak mengenakkan secara psikis seperti timbulnya rasa cemas, frustasi, terancam, tak tentram yang semuanya itu berdampak pada munculnya suatu kontak konflik dalam jiwa mereka. dan konflik tersebut diekspresikan dalam bentuk kemarahan atau ekspresi-ekspresi lain yang dapat membuat orang tersebut merasa sedikit nyaman atau terlepas dari stress yang dihadapinya.

c. Adaptasi sosial budaya Setiap lingkungan sosial masyarakat mempunyai tatanan budaya masing-,masing. Antara lingkungan satu dan yang lainnya tentu memiliki budaya berbeda-beda. Perbedaan tersebut yang akhirnya menuntut setiap orang beradaptasi jika hal itu dapat dilakukan dengan baik maka akan tercipta keseimbangan. Namun jika hal tersebut tidak dapat dilakukan bukanlah suatu hal yang tidak mungkin jika orang tersebut akan mengalami stress.

d. Adaptasi spritual Setiap agama dan kepercayaan mengandung ajaran yang hendaknya harus dijalankan oleh penganutnya. Ajaran-ajaran ini tentunya juga harus turut andil dalammengatur perilaku manusia ini. Oleh karena itu dalam rangka memenuhi ajaran-ajaran tersebut pasti terjadi perubahan dalam perilaku manusia.

3. LINGKUNGAN SOSIAL MODEL
Keadaan lingkungan dan masyarakat sangat mempengaruhi seseorang dalam beradaptasi. Keadaan lingkungan yang stabil dan seimbang akan memudahkan seseorang dalam beradaptasi. Sedangkan keadaan masyarakat dengan hubungan sosial yang baik juga akan memudahkan individu dalam melakukan adaptasi agar terhindar dari stress.

4. PROSES MODEL
Pada dasarnya proses model adalah berlangsungnya kejadian dan masalah yang terjadi pada seseorang sehingga mempengaruhi orang tersebut yang pada akhirnya mengalami stress dan proses menghadapi stress itu sendiri.




C. Jenis Stress

Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
* Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
* Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
Pengertian Stres Kerja
Definisi stres kerja dapat dinyatakan sebagai berikut :
“Work stress is an individual’s response to work related environmental stressors. Stress as the reaction of organism, which can be physiological, psychological, or behavioural reaction” (Selye, dalam Beehr, et al., 1992: 623)
Berdasarkan definisi di atas, stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Seperti yang telah diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja.
Sumber-sumber Stres Kerja
Banyak ahli mengemukakan mengenai penyebab stres kerja itu sendiri. Soewondo (1992) mengadakan penelitian dengan sampel 300 karyawan swasta di Jakarta, menemukan bahwa penyebab stres kerja terdiri atas 4 (empat) hal utama, yakni:
1. Kondisi dan situasi pekerjaan
2. Pekerjaannya
3. Job requirement seperti status pekerjaan dan karir yang tidak jelas
4. Hubungan interpersonal
Luthans (1992) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni:
1. Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.
2. Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.
3. Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup.
4. Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.
Sedangkan Cooper dan Davidson (1991) membagi penyebab stres dalam pekerjaan menjadi dua, yakni:
* Group stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan.
* Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.
Cooper (dalam Rice, 1999) memberikan daftar lengkap stressor dari sumber pekerjaan yang tertera pada tabel berikut:
Stressor
Dari
Stres Kerja
Faktor Yang Mempengaruhi
(Hal-hal Yang Mungkin Terjadi Di Lapangan)
Konsekuensi Kondisi Yang
Mungkin Muncul
Kondisi pekerjaan
* Beban kerja berlebihan secara kuantitatif
* Beban kerja berlebihan secara kualitatif
* Assembly-line hysteria
* Keputusan yang dibuat oleh seseorang
* Bahaya fisik
* Jadwal bekerja
* Technostress
* Kelelahan mental dan/atau fisik
* Kelelahan yang amat sangat dalam bekerja (burnout)
* Meningkatnya kesensitivan dan ketegangan
Stress karena peran
* Ketidakjelasan peran
* Adanya bias dalam membedakan gender dan stereotype peran gender
* Pelecehan seksual
* Meningkatnya kecemasan dan ketegangan
* Menurunnya prestasi pekerjaan
Faktor interpersonal
* Hasil kerja dan sistem dukungan sosial yang buruk
* Persaingan politik, kecemburuan dan kemarahan
* Kurangnya perhatian manajemen terhadap karyawan
* Meningkatnya ketegangan
* Meningkatnya tekanan darah
* Ketidakpuasan kerja
Perkembangan karir
* Promosi ke jabatan yang lebih rendah dari kemampuannya
* Promosi ke jabatan yang lebih tinggi dari kemampuannya
* Keamanan pekerjaannya
* Ambisi yang berlebihan sehingga mengakibatkan frustrasi
* Menurunnya produktivitas
* Kehilangan rasa percaya diri
* Meningkatkan kesensitifan dan ketegangan
* Ketidakpuasan kerja
Struktur organisasi
* Struktur yang kaku dan tidak bersahabat
* Pertempuran politik
* Pengawasan dan pelatihan yang tidak seimbang
* Ketidakterlibatan dalam membuat keputusan
* Menurunnya motivasi dan produktivitas
* Ketidakpuasan kerja
Tampilan rumah-pekerjaan
* Mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi
* Kurangnya dukungan dari pasangan hidup
* Konflik pernikahan
* Stres karena memiliki dua pekerjaan
* Meningkatnya konflik dan kelelahan mental
* Menurunnya motivasi dan produktivitas
* Meningkatnya konflik pernikahan

1. Stres Kepribadian (Personality Stress)
Stres kepribadian adalah stress yang dipicu oleh masalah dari dalam diri seseorang. Berhubungan dengan cara pandang pada masalah dan kepercayaan atas dirinya. Orang yang selalu menyikapi positif segala tekanan hidup akan kecil resiko terkenal stress jenis yang satu ini.

2. Stes Psikososial (Psychosocial Stress)
Stres psikososial adalah stress yang dipicu oleh hubungan relasi dengan orang lain di sekitarnya atau akibat situasi sosial lainnya. Contohnya seperti stres adaptasi lingkungan baru, masalah cinta, masalah keluarga, stres macet di jalan raya, diolok-olok, dan lain-lain.

3. Stres Bioekologi (Bio-Ecological Stress)
Stres bio-ekologi adalah stress yang dipicu oleh dua hal. Yang pertama yaitu ekologi / lingkungan seperti polusi serta cuaca dan yang kedua akibat kondisi biologis seperti akibat datang bulan, demam, asma, jerawatan, tambah tua, dan banyak lagi akibat penyakit dan kondisi tubuh lainnya.

4. Stres Pekerjaan (Job Stress)
Stres pekerjaan adalah stress yang dipicu oleh pekerjaan seseorang. Persaingan jabatan, tekanan pekerjaan, deadline, terlalu banyak kerjaan, ancaman phk, target tinggi, usaha gagal, persaingan bisnis, adalah beberapa hal umum yang dapat memicu munculnya stress akibat karir pekerjaan.

D. Stress Lingkungan
Teori stress lingkungan pada dasarnya merupakan aplikasi teori stress dalam lingkungan. Berdasarkan model input proses output, maka ada 3 pendekatan dalam stress, yaitu : stress bagi stressor, stress sebagai respon atau reaksi, dan stress sebagai proses. Oleh karenanya, stress terdiri atas 3 komponen, yaitu stressor, proses, dan respon. Stressor merupakan sumber atau stimulus yang mengancam kesejahteraan seseorang, misalnya suara bising, panas atau kepadatan tinggi. Respon stress adalah reaksi yang melibatkan komponen emosional, pikiran, fisiologis dan perilaku. Proses merupakan proses transaksi antara stressor dengan kapasitas dengan kapasitas diri. Oleh karenanya, istilah stress tidak hanya merujuk pada sumber stress, respon terhadap sumber stress saja, tetapi keterikatan antara ketiganya. Artinya, ada transaksi antara sumber stress dengan kapasitas diri untuk menentukan reaksi stress. Jika sumber stress lebih besar daripada kapasitas diri maka stress negatif akan muncul, sebaiknya sumber tekanan sama dengan atau kurang sedikit dari kapasitas diri maka stress positif akan muncul. Dalam kaitannnya dengan stress lingkungan, ada transaksi antara karakteristik lingkungan dengan karakteristik individu yang menentukan apakah situasi yang menekan tersebut menimbulkan stress atau tidak. Udara panas bagi sebagian orang menurunkan kinerja, tetapi bagi orang lain yang terbiasa tinggal di daerah gurun, udara panas tidak menghambat kinerja.

E. Peran Stress dalam Memahami Hubungan Manusia dengan Lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi tingkah laku dan pola pikir manusia. Dalam kehidupannya, manusia selalu berinteraksi dan tergantung dengan lingkungan. Keadaan lingkungan yang kondusif akan membuat manusia nyaman dan selalu dalam keadaan homeostasis. Namun, lingkungan terkadang memberikan efek negatif pada manusia yang dapat menyebabkan stress. Stress tidak dapat dihindarkan. Namun demikian, dengan memahami stressor dan stress itu sendiri, kita dapat meminimalkan stress yang tidak diperlukan, dan membuat diri kita lebih sehat , baik secara fisik , maupun mental. Untuk itulah kita perlu belajar untuk hidup bersama dengan stress. Beberapa upaya yang dapat dilakukan manusia untuk meminimalisasikan munculnya stress antara lain dengan beristirahat cukup, berolahraga teratur, rekreasi, menjaga menu dan pola makan. Namun, apabila telah terjadi stress, maka dapat ditanggulangi dengan cara coping yaitu dengan coping masalah dan coping emosi.


Sumber :

http://yh4princ3ss.wordpress.com/2010/04/19/pengertian-stress/
http://akperunipdu.blogspot.com/2008/05/stress-dan-adaptasi.html
http://kasturi82.blogspot.com/2009/04/jenis-jenis-stres.html
Long C Barbara, 1996, Perawatan Medikal Bedah, Yayasan IAPK, Pajajaran Bandung.
Kozier Erb, Fundamental Of Nursing : Concept Process and practice, Addison Weslwy Publishing co, USA, 1991.
Smeltzer bare, 2002, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner & studdarth edisi 8 , EGC, Jakarta.

Selasa, 05 April 2011

Privasi

A. Pengertian Privasi

Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha suapaya sukar dicapai oleh orang lain (Dibyo Hartono, 1986)

Kemampuan seseorang untuk mengatur informasi mengenai dirinya sendiri.
[Craig van Slyke dan France BĂ©langer]

Hak dari masing-masing individu untuk menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan untuk apa penggunaan informasi mengenai mereka dalam hal berhubungan dengan individu lain.
[Alan Westin]


Beberapa definisi tentang privasi mempunyai kesamaan yang menekankan pada kemampuan seseorang atau kelompok dalam mengontrol interaksi panca inderanya dengan pihak lain.

Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki oleh seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar dengan berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain, dengan cara mendekati atau menjahuinya. Lang (1987) berpendapat bahwa tingkat dari prvasi tergantung dari pola pola perilaku dalam konteks budaya dan dalam kepribadian dan aspirasi dari keterlibatan individu.

Rapoport (dalam Soesilo,1988) mendefinisikan privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. Privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak pihak lain dalam rangka menyepi saja. Hal ini agak berbeda dengan yang dikatakan oleh Marshall (dalam Wrightman & deaux, 1981) dan ahli ahli lain (seperti Bates, 1964; Kira, 1996 dalam Altman, 1975) yang mengatakan bahwa pribasi menunjukan adanya pilihan untuk menghindarkan diri dari keterlibatan dengan orang lain dan lingkungan sosialnya.

Altman (1975), hampir sama dengan yang dikatakan Rapoport, mendefinisikan privasi dalam bentuk yang lebih dinamis. Menurutnya privasi adalah proses pengontrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain. Definisi ini mengandung beberapa pengertian yang lebih luas. Pertama unit sosial yang digambarkan bisa berupa hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok dan seterusnya. Kedua, penjelasan mengenai privasi sebagai proses dua arah; yaitu pengontrolan input yang masuk ke individu dari luar atau output dari individu ke pihak lain. Ketiga, definisi ini menunjukan suatu control yang selektis atau suatu proses yang aktif dan dinamis.




B. Faktor faktor yang mempengaruhi privasi

Terdapat faktor yang mempengaruhi privasi yaitu faktor personal, faktor situasional dan faktor budaya.

Faktor personal. Marshal (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa anak anak yang tumbuh dalam suasana rumah yang sesak akan lebih memilih keadaan yang anonym dan serve saat ia dewasa. Sedangkan orang menghabiskan sebagaian besar waktunya di kota akan lebih memilih keadaan anonym dan intimacy.

Sementara itu Walden dan kawan kwan (dalam Gifford, 1987) menemukan adanya perbedaan jenis kelamin dalam privasi. Dalam sebuah penelitian pada para penghuni asrama ditemukan bahwa antara pria dan wanita terdapat perbedaan dalam merespon perbedaan keadaan antara yang berisi dua orang dengan ruangan yang berisi, sedaangkan subjek wanita tidak mempermasalah keadaan dalam dua ruangan tersebut. Hal itu menunjukan bahwa wanita merespon lebih baik daripada pria bila dihadapkan pada situasi dengan kepadatan yang lebih tinggi.

Faktor situasional. Beberapa hasil penelitian tentang privasi dalam dunia kerja, secara umum menyimpulkan bahwa kepuasaan terhadap kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan beberapa besar lingkungan mengijinkan orang orang di dalam untuk menyendiri (Gifford, 1987).

Faktor budaya. Penemuan dari beberapa peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya memandang bahwa pada tiap tiap budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyak privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi (Gifford, 1987). Dua buah studi tersebut.

Tidak terdapat keraguan bahwa perbedaan masyarakat menunjukan variasi yang besar dalam jumlah privasi yang dimiliki anggotanya. Dalam masyarakat arab, keluarga keluarga menginginkan tinggal di dalam rumah dengan dinding yang padat dan tinggi mengelilinginya. Hasil pengamatan Gifford (1987) di suatu desa di bagian selatan India menunjukan bahwa semua keluarga memiliki rumah yang sangat dekat satu sama lain, sehingga akan sangat sedikit privasi yang diperolehnya. Orang orang desa tersebut merasa tidak betah bila terpisah dari tetangganya. Sejumlah studi menunjukan bahwa pengamatan yang dangkal seringkali menipu kita. Kebutuhan akan privasi barangkali adalah sama besarnya antara orang arab dengan orang India.

C. Pengaruh privasi terhadap prilaku

Altaman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah untuk mengatur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan sosial. Bila seseorang dapat mendapatkan privasi seperti yang diinginkan maka ia akan dapat mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri.

Maxine Wolfe dan kawan kawan (dalam Holahan, 1982) mencatat bahwa pengelolaan hubungan interpersonal adalah pusat dari pengalaman tentang privasi dalam kehidupan sehari hari. Menurutnya orang yang terganggu privasinya akan merasakan keadaaan yang tidak menyenangkan.

Westin (dalam Holahan, 1982) mengatakan bahwa ketertutupan terhadap informasi personal yang selektif, memenuhi kebutuhan individu untuk membagi kepercayaan dengan orang lain. Keterbuakaan memabantu individu untuk membagi kepercayaan dengan orang lain. Keterbukaan membantu individu untuk menjaga jarak psikologis yang pas dengan orang lain dalam banyak situasi.

Schwartz (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa kemampuan utnuk menarik diri ke dalam pribasi dapat membantu membuat hidup ini lebih mengenakan saat berurusan dengan orang orang “sulit”. Sementara hal yang senada diungkapkan oleh westin bahwa saat saat kita mendapatkan privasi seperti apa yang kita inginkan, kita dapat melakukan pelepasan emosi dari akumulasi tekanan hidup sehari hari.

Selain itu, privasi juga berfungsi mengembangkan identitas pribadi, yaitu mengenal dan menilai diri sendiri. Proses mengenal dan menilai diri ini tergantung pada kemampuan untuk mengatur sifat dan gaya interaksi sosial dengan orang lain. Bila kita tidak dapat mengontrol interaksi dengan orang lain, kita akan memberikan informasi yang negative tentang kompetensi pribadi kita (Holahan, 1982) atau akan terjadi proses ketelanjangan sosial dan proeses deindividuasi (Sarwono, 1992)

Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil suatu rangkuman bahwa fungsi psikologis dari privasi dapat dibagi menjadi, pertama privasi memainkan peran dalam mengelola interaksi sosial yang kompleks di dalam kelompok sosial; kedua privasi membantu kita memantapkan perasaan identitas pribadi.

D. Privasi dalam konteks budaya

Menurut Altman (1975) “ruang keluarga” di dalam rumah pada rumah rumah di daerah pinggiran Amerika Serikat umumnya dijadikan tempat untuk berinteraksi sosial dalam keluarga. Rumah rumah disana menggunakan ruang ruang tertentu seperti ruang baca, ruang tidur dan kamar mandi sebagi temapat untuk menyendiri dan tempat untuk berpikir. Dengan cara itu seseorang yang tidak memiliki cukup ruang di dalam rumah dapat memperoleh privasi secara maksimal. Selama ini kita terpaku bahwa suatu desain tertentu memiliki fungsi tunggal, sebagai ruang untuk berinteraksi secara bebas atau sebaliknya secara berlebihan, tetapi bukan untuk keduanya sekaligus. Oleh karena itu untuk mencapai privasi yang berbeda kita harus pergi ke suatu tempat yang lain.



SUMBER :

epository.binus.ac.id/content/IF802/IF80286659.ppt
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab6-privasi.pdf
http://niahidayati.net/arti-privasi-buat-anak.html